Wednesday, September 1, 2010

Susahnya hidup di Jakarta

Pada suatu pagi, Tina sudah bangun dan menghangatkan nasi sisa semalam untuk sarapan suaminya, Agus. Tiba-tiba terdengar suara tangisan Putra yang baru bangun dari tidurnya. Tina segera meninggalkan dapurnya dan menuju ke kamar untuk menggendong Putra. Dan Putra segera menghentikan tangisannya saat di peluk dan di gendong oleh Ibunya dengan hangat. Rumah Tina & Agus sangat sederhana. Hanya gubuk kecil dengan dinding dan atap yang tidak sempurna. Tempat tidur yang hanya beralaskan tikar. Tetapi, hangatnya kasih dapat di rasakan diruangan kecil dan sederhana itu.

Lalu suaminya pun segera bangun dan membantu pekerjaan istrinya di dapur agar semuanya bisa selesai dan mereka bisa berangkat untuk mencari rejeki.

Agus berpamitan dengan Tina dan meminta doa dari sang istri semoga mendapat rejeki yg lumayan agar mereka dapat menyambung hidup di kota Jakarta yg keras ini. Agus mencoba mencari rejeki dengan memulung gelas dan botol plastik di jalanan untuk di jual ke tukang loak. Menyusuri jalanan Jakarta yang begitu panas dan padat oleh kendaraan, tanpa alas kaki dan dengan pakaian yang tipis. Melihat gelas atau botol plastik yg di buang sembarangan oleh warga seperti melihat sebutir berlian. Satu per satu gelas dan botol plastik di kumpulkan. Begitulah rutinitas yg dilakukan Agus setiap hari. Terkadang hanya karena satu gelas/botol, Agus harus berebut dengan sesama pemulung. Bahkan terkadang harus beradu tangan, mungkin terlalu lelah dan panas, sehingga emosi pun meningkat. Mencari gelas/botol plastik sepanjang hari, terkadang hanya minum sedikit dan makan seadanya, Agus hanya mampu mendapatkan 30.000 sebagai ganti lelah dan keringatnya.Agus tidak punya pilihan lain, selain menjadi pemulung. Jasa Agus dan teman-teman pemulung yang lain sangat membantu kebersihan di kota Jakarta. Dan itu membuktikan bahwa masih banyak warga yang tidak perduli dengan kebersihan karena masih membuang sampah sembarangan.

Tina tidak berdiam diri dirumah. Demi menyambung hidup di kota Jakarta, dan demi Putra yang baru berumur 6 bulan, Tina terpaksa mencari pekerjaan untuk meringankan beban Agus. Setiap pagi, Tina berjalan kaki menuju lokasi untuk menjadi Jockey. Dan, menjadi Jockey tidak lah mudah. Teman-teman sesama Jockey begitu banyak dan semua harus berebut agar di pilih oleh kendaraan-kendaraanyang membutuhkan jasa Jockey ini. Melihat kendaraan pribadi yg berjalan perlahan dan memberikan lampu, seperti melihat sebongkah emas bagi Tina dan teman-teman lainnya. Sambil menggendong Putra, Tina dengan sabar berdiri di pinggir jalan, menahan terik matahari dan sambil berharap agar ada kendaraan pribadi yg memilih dia untuk menjadi jockey.
Dorong-dorongan hingga terjatuh sudah biasa terjadi, karena Tina dan jockey lainnya terkadang berebut dan tidak perduli lagi dengan keadaan sekitar karena mereka semua sama-sama berharap bisa mendapatkan 10.000 atas jasa mereka. Susahnya mencari 10.000 sehari, kadang-kadang Tina harus pulang dengan tangan kosong. Bukan hanya itu, kadang-kadang Tina juga sering di usir oleh petugas. Karena sebenarnya jockey tidak di perbolehkan beroperasi.
Bisa mendapatkan 10.000 saja, Tina sudah sangat bersyukur. Putra, yang masih bayi, terpaksa menemani sang ibu mencari sesuap nasi, menahan panas terik matahari dan hujan. Tina sesekali membisikkan sesuatu dekat telinga Putra ....
"Terimakasih nak .. sudah tabah menemani ibu mencari rejeki .... Ibu sayang sm Putra ... "


Sudahkah kamu mengucapkan syukur hari ini ?

Jakarta, 01 Sep 2010
_Rosita_

1 comment: